Jumat, 13 Juni 2008

Sumsel Lumbung Pangan






Tak Sekadar Mengharap Berkah Alam
DARI luas wilayah Provinsi Sumsel, 8.701.742 ha, sekitar 895.182 ha merupakan lahan persawahan. Dari lahan persawahan itu, dihasilkan hampir 1,5 juta ton beras per tahun. Dengan kebutuhan beras penduduk Sumsel (jumlah penduduk sekitar 6,7 juta jiwa) sebesar 980.000 ton per tahun, terdapat surplus lebih dari 450.000 ton.

KENYATAAN bahwa produksi padi –di luar sektor perikanan dan peternakan—yang berlimpah ini menjadikan target Sumsel Sebagai Lumbung Pangan dipandang sangat wajar. Potensi pangan yang bersumber dari bahan tanaman ini juga masih dapat diusahakan dari komoditas palawija dan hortikultura. Lantas, apakah Pemprov Sumsel dan rakyatnya cukup mengharap berkah dari kesuburan lahan?
Ditinjau dari tipe lahan, persawahan di Sumsel terdiri atas sawah irigasi seluas 213.467 ha, yang terbagi atas sawah irigasi teknis seluas 77.000 ha, setengah teknis (39.305 ha), sederhana (23.562 ha), dan irigasi desa (73.600 ha); sawah non-irigasi teknis seluas lebih kurang 895.182 ha, yang terbagi atas sawah tadah hujan (120.313 ha), pasang surut (257.959 ha), dan lebak (303.443 ha).
Selain menunjukkan kelebihan berupa surplus, sektor pertanian ini juga memberikan andil terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sebesar 17,61 persen. Posisi ini menempatkan sektor pertanian di urutan ketiga setelah sektor pertambangan dan industri pengolahan.
Pencapaian hasil panen yang dinilai cukup tinggi ini, Pemprov Sumsel tampaknya tidak langsung puas. “Ketidakpuasan” ini tampak saat acara panen raya yang dihadiri Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di Desa Sumber Mulyo Kecamatan Buay Madang, OKU Timur, 28 Januari 2005 lalu. Pada kesempatan ini, Gubernur Sumsel, Ir. Syahrial Oesman, menyampaikan rencana serta hasil pembangunan di daerah ini kepada Presiden SBY.
Menurutnya, produksi beras di Sumsel mengalami surplus mencapai 463 ribu ton. “Dengan memanfaatkan potensi lahan, Sumsel berpeluang untuk meningkatkan produksi mencapai 3 juta ton beras,” kata Syahrial, kala itu.
Langkah yang akan diambil Pemprov Sumsel untuk mencapai target itu adalah melakukan perluasan areal tanam, peningkatan produktivitas, pembangunan jaringan irigasi, drainase, dan penggunaan benih unggul varietas tipe baru. “Dengan tingkat poduksi tersebut, diharapkan akan surplus beras 2 juta ton dan menjadikan Sumsel sebagai Lumbung Beras,” kata Syahrial.

Peluang Agribisnis
SYAHRIAL berpendapat, untuk mewujudkan target Lumbung Pangan, Sumsel perlu memiliki mengoptimalkan potensi pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan, dan kehutanan. Semua sektor itu, menurutnya, sangat berkaitan erat dengan program Sumsel sebagai Lumbung Energi Nasional.
“Untuk pengolahan hasil produksi pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan, dan kehutanan serta pertambangan, membutuhkan sumber energi. Ini juga akan membawa dampak bagi kesejahteraan masyarakat, dengan memberi peluang lapangan pekerjaan dan kegiatan-kegiatan perekonomian, terutama di sektor riil,” kata Syahrial.
Selain tanaman padi, produksi palawija di daerah ini juga mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Sebagai perbandingan, dapat dilihat angka produksi palawija antara tahun 2004 dan 2005. Produksi jagung pada tahun 2005 mencapai 75.566 ton, mengalami peningkatan sekitar 15,84 persen dari tahun 2004. Pencapaian ini didukung oleh ekstensifikasi lahan dari 23.859 ha menjadi 26.884 ha. Hal yang sama tampak pada hasil ubi jalar yang mengalami kenaikan sebesar 8,4 persen, kacang tanah (35,7 persen), dan kacang kedelai (10,6 persen). Satu komoditas yang mengalami penurunan adalah ubi kayu, yaitu 27,7 persen dari tahun sebelumnya.
Karunia besar yang diberikan Tuhan Yang Maha Esa terhadap daerah ini adalah jenis dan tingkat keseburan tanah yang beragam. Dengan kondisi ini, tiap daerah kabupaten dan kota di Sumsel memiliki keunggulan masing-masing. Misalnya, untuk produksi beras, Sumsel memiliki sentra, terutama di OKU Timur, dan menyebar di kawasan OKU, Musirawas, Lubuklinggau, Ogan Ilir, OKI, dan Banyuasin. Demikian pula dengan jenis tanaman lain. Sumsel juga terkenal dengan duku Komering, durian Ujan Mas, atau nanas Prabumulih, sekalipun kawasan penghasilnya menyebar hampir di semua wilayah kota/kabupaten.
Tercatat, sedikitnya 23 komoditas sayuran ada di Sumsel dengan produsen utama Pagaralam, di samping Banyuasin dan Palembang sebagai bagian dari sentra sayuran. Total luas panen tanaman sayuran adalah 27.215 ha, dengan jumlah produksi 865.103 ton. Jenis yang menonjol adalah timun yang produksinya mencapa 141.204 ton, cabai besar (99.706 ton), dan terong (90.227 ton).
Sementara buah-buahan, produksi secara keseluruhan mencapai lebih dari 1,5 juta ton, yang disumbang dari nanas sebesar 32,71 persen, pisang (30,22 persen), dan jeruk (16,95 persen). Sisanya, berasal dari beragam jenis buah lainnya.
Dengan kondisi serupa ini, Sumsel tidak hanya berpeluang sebagai Lumbung Pangan, tetapi juga dapat menjadi pusat agribisnis. Dan, untuk mewujudkan itu, telah dikembangkan beragam tanaman agribisnis, sesuai potensi daerah masing-masing. Kawasan agribisnis yang sedang dikembangkan saat ini meliputi Lahat untuk agribisnis manggis seluas 48 ha, Musirawas (jeruk, 64 ha); Muaraenim (jeruk, 25 ha); OKI (pisang, 30 ha); OKUS (rimpang, 30 ha); Pagaralam (kentang, 15 ha); Palembang (anggrek, 15 kelompok); dan Banyuasin (cabai merah, 30 ha).

Dukungan yang Diperlukan
· Pemberdayaan masyarakat melalui pelatihan, penyuluhan, dan pendampingan.
· Peningkatan pelayanan publik melalui agroinput seperti pupuk dan benih, dengan jumlah yang cukup dan mudah didapat.
· Koordinasi dengan perbankan dan sumber permodalan lain untuk mendukung modal usaha tani.
· Ketersediaan air yang cukup untuk usaha tani, melalui perbaikan jaringan irigasi dan drainase serta dukungan dana operasi dan pemeliharaan dari masing-masing Kota/Kabupaten.
· Adanya perimbangan pendanaan antara kegiatan yang dilaksanakan PU Pengairan dengan Departemen Pertanian, sehingga infrastruktur yang telah dibangun dapat dimanfaatkan secara optimal.
· Untuk anggaran tugas pembantuan, perlu pemantapan porsi kegiatan antara Pusat dan Kabupaten/Kota.

Optimalisasi Produksi Pangan dan Pengangguran
APA pun program pembangunan yang dilaksanakan Pemerinah, dampak –langsung atau tidak langsung—yang diharapkan adalah peningkatan kesejahteraan rakyat. Pencapaian target utama ini tentu harus dilakukan dengan menimbang potensi dan kemampuan.
Terkait dengan kesejahteraan rakyat itu, angka pengangguran di Sumsel, pascakrisisi ekonomi 1997/1998 terbilang tinggi, yaitu mencapai 8,97 persen. Definisinya adalah orang yang sedang mencari kerja, sedang memersiapkan usaha, merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan, dan belum mulai bekerja.
Usaha tanaman pangan yang menjadi salah satu prioritas utama dalam pembangunan di Sumsel saat ini, pengusahaannya tentu saja tidak semata-mata dilaksanakan rakyat. Melihat potensi yang sedemikian besar, besar pula peluang untuk investasi yang melibatkan swasta. Terutama, untuk sektor agribisnis. Apabila hal ini terjadi, tentu saja akan berpeluang bagi penyerapan tenaga kerja, terutama penduduk lokal.
Terpenting lagi, program yang saat ini sedang dijalankan adalah pemberian pinjaman modal usaha tani. Lewat prgram ini, optimalisasi –termasuk pelibatan tenaga yang belum bekerja—dapat berlangsung dengan baik.
Dalam program Sumatera Selatan Lumbung Pangan, batasan definisinya adalah pertama, sebagai produsen pangan dan penyedia cadangan pangan nasional dan kedua, sebagai Pusat Pengembangan Agribisnis dan Agroindustri yang meliputi tanaman pangan dan hrtikultura, perkebunan, peternakan, perikanan, dan kehutanan.
Program yang dilaksanakan untuk mewujudkan tujuan ini adalah kegiatan terpadu dalam “Sistem dan Usaha Agribisnis”. Lewat program ini, Pemerintah berusaha menorong peningkatan: pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan onvestasi dan ekspor; penyerapan tenaga kerja; mengurangi tingkat kemiskinan; dan meningkatkan pendapatan masyarakat. (*)

Tidak ada komentar: