Jumat, 13 Juni 2008

Islamic Center






Menghidupkan Kembali Kejayaan Masa Lalu

Kejayaan Samudera Pasai sebagai Pusat Kajian Islam serta Pendidikan Bahasa dan Sastra Melayu berakhir. Kesultanan Palembang Darussalam, dengan Masjid Sulton (kini Masjid Agung SMB II)-nya, mengambil alih peran itu. Selama masa pertengahan hingga akhir abad ke-18, orang-orang dari berbagai negeri datang untuk belajar di salah satu kerajaan Islam besar di Nusantara ini.

Masa telah berganti. Hampir tiga abad berlalu. Palembang kini menjadi ibu kota Provinsi Sumsel. Seolah ingin mengangkat kembali kejayaan masa silam, Gubernur Sumsel, Syahrial Oesman, berencana merealisasikan pendirian pusat kajian agama Islam, yang dahulu ditekuni para Sultan Palembang –terutama semasa Sultan Ahmad Nadjamuddin—sehingga menempatkan negeri ini sebagai “produsen” ulama dan intelektual sohor. Sebut saja, misalnya, Syeikh Abdussomad Al Falimbani atau Fakih Jalaluddin.
“Lahannya sudah disiapkan dan saat ini kita sedang menghimpun pendapat sejumlah ulama dan tokoh masyarakat,” kata Syahrial, saat shalat Jumat bersama masyarakat di Masjid Silaturrahmi Jl. Kol. H. Burlian, 20 Januari 2006 lalu.
Kalimat yang disampaikan Syahrial mengawali tahun 2006 itu kemudian ditindaklanjutinya dengan beberapa program kerja yang mengarah kepada percepatan realisasi. Dalam visinya, Syahrial tidak hanya ingin Sumsel, khususnya Palembang, memiliki pusat kegiatan keagamaan yang representatif. Dia juga berencana menjadikan kawasan itu menjadi pusat kegiatan organisasi Islam dan sosial kemasyarakatan yang berbasis Islam.
“Jadi nantinya, tidak hanya masjid yang ada di lokasi itu, tetapi juga bangunan lain,” katanya, dalam kesempatan yang sama.
Lokasi yang dipilih sebagai tempat pendirian Islamic Center ini juga tampaknya sangat tepat. Hal ini terkait dengan percepatan dan pemerataan pembangunan di kawasan Ulu Palembang. Pemprov Sumsel telah menetapkan lahan seluas lebih kurang 20 ha di sebelah Gelora Sriwijaya Jakabaring.
“Gerak cepat” yang dilakukan Syahrial juga menjadikan rencana ini sebagai perhatian semua pihak. Termasuk, kesediaan Hidayat Nurwahid –Ketua MPR RI, sekaligus tokoh Partai Keadilan Sejahtera (PKS)—untuk menjadi penasihat. Kajian-kajian pun dilakukan, dan dilanjutkan dengan kesepakatan bersama pihak konsultan.
Syahrial juga menggandeng banyak kalangan untuk mendukung program ini. Suatu kesempatan, saat peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, 6 April 2006, dia kembali menyampaikan alasan pentingnya pendirian Islamic Center. Menurutnya, pembangunan fisik yang ada selama ini tidak akan berarti tanpa diimbangi dengan pendidikan mental spiritual. Dia juga meminta doa semua umat Islam di daerah ini agar pembangunan Islamic Center segera terwujud.

Dukungan Legislatif
Saat penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Sumsel Tahun 2007, dialokasikan dana untuk pembangunan Pusat Kajian Islam ini sebesar Rp 2 miliar. Dalam suatu kesempatan, Sekdaprov Sumsel (kala itu), Sofyan Rebuin, mengatakan bahwa pembangunan kawasan di sekitar Islamic Center akan dikordinasikan dengan Walikota Palembang. Hal ini terkait dengan lokasinya, yang masuk dalam wilayah Pemkot Palembang.
Program Pemprov Sumsel dalam pendirian Islamic Center ini tampaknya juga menunjukkan harmonisasi antara pihak eksekutif dan legislatif. Saat APBD Perubahan Sumsel Tahun 2006 disahkan, dana sebesar Rp 5 miliar dialokasikan untuk proyek itu. Karena sebagian lahan untuk Islamic Center masih berupa rawa, dibutuhkan proses penimbunan dan pematangan lahan. Anggaran Rp 5 miliar itu diperuntukkan bagi proses ini.
Mengenai persetujuan alokasi dana ini, Wakil Ketua DPRD Sumsel, Elianuddin, mengatakan bahwa persetujuan atas alokasi dana itu didasarkan pertimbangan bahwa program pembangunan ini mendesak. “Proyek-proyek yang masuk ABT haruslah proyek yang mendesak. Selain itu, jangka waktu pengerjaannya diperkirakan antara Desember 2006 dan selesai tahun 2007,” kata Elianuddin kepada surat kabar lokal, 22 September 2006.
Apabila rencana pembangunan pusat kajian Islam ini terealisasi, sangat mungkin daerah ini akan mengulang kejayaan yang pernah tumbuh pada masa lalu. Semua dapat berharap, dari Sumsel akan terlahir banyak konsep pembangunan, baik sosial, ekonomi, maupun budaya, yang berlandaskan keluhuran ajaran Islam. Seperti terjadi pada masa Kesultanan Palembang Darussalam, akan banyak intelektual di berbagai bidang yang “lahir kembali”.

Butuh Dukungan Negara Islam
Anggaran yang dibutuhkan untuk pembangunan Islamic Center, diperkirakan sebesar Rp 250 miliar. Dana sebesar ini, sebagian dialokasikan dari APBD Provinsi Sumsel dan APBD Kabupaten/Kota se-Sumsel.
Gubernur Syahrial Oesman mengakui bahwa untuk menyediakan dana sebesar itu, tentu APBD tidak akan mencukupi. Karenanya, Pemprov Sumsel berinisiatif mencari bantuan dari donatur, terutama dari negara-negara Islam (Arab) di kawasan Asia dan Afrika.
“Selaku penasihat, Pak Nurwahid (Ketua MPR, Hidayat Nurwahid) sudah menyatakan bahwa beliau dapat membantu akses ke luar negeri,” kata Syahrial, kepada surat kabar lokal, tahun 2006 lalu.
Islamic Center rencananya akan menjadi pusat berbagai kegiatan yang berbasis Islam. Selain masjid, juga didirikan sarana perpustakaan, sarana olahraga, serta sarana untuk penelitian dan pengembangan. Bangunan dirancang memiliki ciri khas Sumsel, amtara lain atap berbentuk limas. Lahannya dibagi atas lima zona, yaitu Zona Ibadah, Pendidikan, Pendidikan, Pelatihan, Komersial, serta Hunian atau Asrama.
Program Syahrial ini juga mendapat dukungan dari kalangan ulama. Antara lain, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumsel, H. Shodikun. Dia mengatakan bahwa adalah suatu kebanggaan bagi masyarakat Sumsel apabila daerah ini memiliki Pusat Kajian Islam. Hal senada disampaikan Pengurus Forum Ulama dan Habaib Provinsi Sumsel,Habib Mahdi Muhammad Syahab.
Menurutnya, keberadaan Islamic Center akan menopang semua aktivitas keagamaan di daerah ini. (*)

Tidak ada komentar: