Jumat, 13 Juni 2008

Sumsel Lumbung Energi Nasional (2)







Wujudkan Penggunaan Gas Rumah Tangga
Program Sumsel Lumbung Pangan dan Lumbung Energi Nasional merupakan jembatan untuk mewujudkan keadilan dan kesejahteraan rakyat. Atas dasar itu, Gubernur Sumsel, Ir. Syahrial Oesman, M.M., membuka keran bagi rakyat untuk dapat menikmati potensi sumber daya alam (SDA), yang salah satunya energi gas bumi.
Untuk memercepat perwujudan program pemanfaatan energi gas itu, Pemprov Sumsel melakukan sosialisasi strategis ke berbagai elemen masyarakat. Selain itu, upaya pengembangan energi gas untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat telah disampaikan Syahrial kepada mahasiswa Politeknik Akamigas Palembang, Kamis (29/11).
Menurut Syahrial, sejak lima tahun terakhir, tingkat kebutuhan energi di negara Indonesia meningkat dengan kebutuhan rata-rata energi sebesar 4,07 persen per tahun. Tahun 2000, jumlah energi yang dibutuhkan sebesar 486,23 Setara Barel Minyak (SBM), dan naik menjadi 593,62 SBM pada periode 2005.
Seiring dengan itu, Badan Pusat Statistik (BPS) Sumsel mencatat, pada tahun 2000, hampir 29,07 persen kelompok rumah tangga atau sebanyak 262.916 rumah tangga menggunakan bahan bakar minyak tanah sebagai sumber energi. Angka ini jauh berbeda dengan pengguna elpiji, yang hanya sebesar 3,90 persen atau sebanyak 35.272 rumah tangga.
Dalam rentang 2003-2005, permintaan energi di Bumi Sriwijaya meningkat sebesar 5,7 persen per tahun. Pihak BPS pun mencatat, periode 2006, terjadi peningkatan penggunaan minyak tanah menjadi 59,33 persen dan konsumen elpiji menjadi 4,06 persen. Jika dilihat dari pendekatan secara PDRB, sektor transportasi menyerap energi sebesar 20 persen hingga 25 persen. Pada umumnya, energi yang digunakan berada di wilayah Kota Palembang.
“Pemanfaatan bahan bakar minyak (BBM) itu selain kurang ramah lingkungan, juga tidak sejalan dengan program diversifikasi energi. Satu-satunya pengganti BBM itu adalah melalui penggunaan sumber energi dari bahan bakar gas atau BBG. Saya kira, sudah waktunya rakyat kecil, termasuk kalangan rumah tangga, menikmati potensi energi yang ada di daerah ini. Apalagi, rakyat tahu daerah kita sangat kaya dengan berbagai kandungan energi,” kata Syahrial.
Peraih penghargaan Bintang Mahaputera Utama ini tidak memungkiri bahwa tingkat konsumsi minyak tanah di Sumsel masih berada di atas elpiji. Bahkan, setiap rumah tangga menggunakan rata-rata 27,73 liter minyak tanah per bulan. Sementara sumber energi dari bahan gas, cuma 15,2 kilogram tiap bulan.
“Konsumen elpiji terbesar saat ini masih berada di kawasan Kota Palembang, rata-rata per bulan sebesar 18,16 kilogram. Alasan utama mengapa elpiji itu digunakan lebih disebabkan banyak kalangan rumah tangga menginginkan sumber energi yang praktis dan efisien,” ujarnya.

Proyeksi Tahun 2020
Syahrial memproyeksikan kebutuhan gas di Sumsel sampai tahun 2020 mencapai 375,19 Milion Metre Square Cubic Feet per Day (MMSCFD). Untuk kebutuhan bahan bakar gas sektor transportasi darat, diprediksi sebesar 0,12 MMSCFD pada tahun 2008. Kebutuhan ini akan mengalami peningkatan yang tajam pada tahun 2020, yaitu mencapai sebesar 3,49 MMSCFD.
“Ketersedian gas bumi di Sumsel sebanyak 1.028 MMSCDF. Itu artinya, pemanfaatan BBG dapat dijamin kelangsungan suplainya. Soal potensi, saya kira tidak perlu dikhawatirkan lagi,” katanya.
Menyadari rakyat memiliki hak yang sama untuk menikmati sumber energi, PT PGN –selaku Badan Usaha Miliki Negara (BUMN)—membangun jaringan pipa gas sepanjang 38 kilometer, diumulai tahun 1998. Pipa gas itu telah melayani pelanggan sebanyak enam puluh pelanggan dari kalangan rumah tangga dan empat pelanggan komersial.
“Orientasi pembangunan pipa tersebut mengutamakan kepentingan rakyat banyak. Bahkan, jaringan pipa ini bertambah rata-rata sepanjang 10,5 kilometer per tahun. Untuk tahun 2004 sampai 2007, terjadi penambahan panjang pipa kurang lebih 3,3 kilometer per tahun. Hal ini menyebabkan, jumlah pelanggan gas kian bertambah banyak. Saat ini ada 4.015 pelanggan dari rumah tangga masih menunggu pemasangan instalasi gas,” katanya.
Terkait keuntungan penggunaan gas, Syahrial mengatakan bahwa patokan harga jual gas dari PGN Distrik Palembang untuk pelanggan rumah tangga saat ini sebesar Rp 1.200 per meter kubik. Untuk harga riil BBG, ke depan diperkirakan mengalami kenaikan hingga 105 persen atau menjadi Rp 2.500 per meter kubik.
“Misalkan, rumah tangga menggunakan bahan bakar dari gas rata-rata 20,6 meter kubik setiap bulan, jelas uang yang akan dikeluarkan senilai Rp 51.650. Dan saya yakin, ini akan menguntungkan rakyat kecil,” ujarnya.
Kajian Dinas Pertambangan dan Pengembangan Energi Sumsel, yang bekerjasama dengan BPS Sumsel, menemukan fakta, dari total responden sebanyak 4.200 rumah tangga yang tersebar di kabupaten dan kota, setiap rumah tangga menggunakan minyak tanah rata-rata 27,3 liter per bulan. Sehingga, jumlah pengeluaran rumah tangga setiap bulan sebanyak Rp 68.250.
“Mari kita lihat dari dua perbandingan itu. Jelas sekali kalau pengguna minyak tanah berpindah ke bahan bakar gas, akan memberikan penghematan pengeluaran sebesar Rp 16.600. Ya, kurang lebih terjadi persentase penghematan sebesar 24,3 persen,” katanya.
Dia mengatakan bahwa program konversi dari minyak tanah ke gas bertujuan untuk membangun jaringan pipa gas kota dengan memprioritaskan masyarakat kecil atau rumah tangga marjinal. Pengalihan pengunaan minyak tanah ke gas memberikan dampak pengurangan konsumsi minyak tanah sebesar 27,73 liter per rumah tangga. Sebagai bentuk kepedulian terhadap rakyat kecil, pemerintah memberikan subsidi sebesar Rp 3.600 per liter. Dengan demikian, subsidi yang diberikan untuk setiap rumah tangga sebesar Rp 99.800.
“Nah, jika kita asumsikan semua pelanggan dalam daftar tunggu gas kota adalah pengguna murni minyak tanah, tentu subsidi yang dapat dihemat, yakni sebesar Rp 400,8 juta per bulan atau per tahunnya sebesar Rp 48 miliar,” ujarnya.

Anggaran Rp 14,5 M Tahun 2008
Salah satu implementasi program Sumsel Lumbung Energi Nasional adalah mengupayakan pembangunan jaringan pipa gas. Tahun 2008, Pemprov Sumsel telah menganggarkan dana senilai Rp 14,5 miliar yang akan dipergunakan untuk menunjang kegiatan program gas perkotaan. Sehingga, jumlah pengguna gas ditargetkan sebanyak 20.000 pelanggan pada tahun 2011.
Syahrial mengatakan bahwa anggaran sebanyak itu diharapkan dapat memenuhi target pelanggan sebanyak 2.000 rumah tangga. Selain itu, peruntukan dana tersebut adalah untuk membangun jaringan pipa, pemetaan pelanggan, desain perencanaan, dan pengawasan pembangunan.
Investasi yang akan dibutuhkan untuk pengembangan gas kota ialah jaringan pipa distribusi dan pipa servis. Pipa distribusi yang berukuran 63 melimeter itu, dipergunakan untuk pelanggan rumah tangga. Biaya pemasangannya rata-rata Rp 325.000 per meter. Sedang pipa servis, merupakan pipa yang berfungsi sebagai penyalur gas dari jaringan pipa distribusi ke pelanggan rumah tangga.
“Ya, biayanya diperkirakan mencapai Rp 2,6 juta setiap pelanggan. Untuk menunjang pembangunan pipa itu, Pemprov sudah menyediakan dana sebanyak Rp 14,5 miliar,” katanya.
Dia mengatakan bahwa benefit cost ratio merupakan metode analisis yang dipakai untuk evaluasi perencanaan, khususnya yang berdampak terhadap masyarakat banyak dan fasilitas umum.
“Sebetulnya, berbagai strategi sudah kita lakukan termasuk melalui mekanisme penjualan karbon. Bagaimanapun, kita masih tetap membutuhkan kerja sama dengan pihak luar, baik teknik maupun finansial. Saya optimis, percepatan pengembangan jaringan pipa gas di Palembang akan banyak memberikan manfaat bagi masyarakat dan pemerintah,” ujarnya. (*)

Tidak ada komentar: