Jumat, 13 Juni 2008

Sumsel Lumbung Energi Nasional (1)






Selangkah Lagi Sumsel Lumbung Energi Nasional
SUSILO BAMBANG YUDHOYONO (SBY) baru sekitar sebulan dilantik sebagai Presiden RI. Lelaki yang pernah menjabat sebagai Pangdam II Sriwijaya ini kembali menginjakkan kaki di Bumi Sriwijaya. Kepada Ir. Syahrial Osman, yang juga baru setahun menjabat sebagai Gubernur Sumsel, SBY menyampaikan ketetapan Pemerintah RI, yaitu mendukung penuh kehendak rakyat Sumsel untuk menjadikan provinsi ini sebagai Lumbung Energi Nasional.

DUKUNGAN Pusat atas program Pemprov Sumsel, yang disampaikan SBY ini dapat dikatakan sebagai kado paling manis bagi Syahrial, untuk peringatan satu tahun kepemimpinannya. Bersama dr. H. Mahyuddin N.S., Sp.O.G. yang menjadi wakil gubernur, Syahrial dilantik pada 7 November 2003. SBY menyampaikan dukungannya saat meresmikan Pembangkit Listrik Tenaga Gas Borang dan Interkoneksi Transmisi Sumbagsel-Sumbar-Riau sebesar 275 KV.
Sebelumnya, tahun yang sama, Presiden Megawati Soekarno Putri juga merespon dengan baik upaya menjadikan Sumsel sebagai Lumbung Energi Nasional. Kala itu, Megawati bahkan menyetujui Sumsel sebagai Lumbung Listrik Nasional, terutama untuk pasokan Sumatera-Jawa-Bali.
Menjadikan Sumsel sebagai lumbung energi tampaknya sudah menjadi semacam obsesi Syahrial, seperti juga keinginannya menjadikan daerah ini sebagai lumbung pangan. Hampir pada setiap kesempatan, dia berusaha “mempromosikan” keinginan itu. Pun ketika program ini sudah ditetapkan, Syahrial tampak selalu melakukan sosialisasi. Antara lain, penggunaan briket batu bara sebagai pengganti minyak tanah. Bahkan, dia pun menggandeng penyelenggara pondok pesantren untuk melakukan sosialisasi ini.
Beberapa waktu setelah dilantik sebagai Gubernur, tahun 2003, Syahrial yang terbilang lama berkarier di birokrasi, tampak berupaya mencari formulasi tepat untuk menjadikan daerah ini sebagai lumbung energi. Sebuah kesadaran, bahwa daerah ini memiliki sumber daya alam (SDA) yang sedemikian besar. Kandungan itu bernama potensi, dan tetap akan terpendam selamanya apabila tidak diolah. Karena itu, bersama jajarannya, dia berupaya menggandeng sebanyak mungkin investor guna mengeksplorasi SDA ini.
Untuk mengatasi kekurangan pasokan daya listrik, dilakukan kerjasama dengan pihak swasta. Salah satunya, PT Meta Epsi, yang penadatanganan nota kesepakatan atau Memorandum of Understanding (MoU)-nya dilaksanakan 9 Februari 2004. Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) di Gunungmegang, Muaraenim, ini berkapasitas 2 X 45 MW. Menilik pilihan lokasi, tampaknya Syahrial sudah membaca kondisi. Berdasarkan survei, lokasi pembangunan PLTGU ini merupakan jalur gas alam yang dikelola PT Exspan. Sementara, PT Meta Epsi dan PT Exspan berada dalam satu grup, yaitu PT Medco.
“Sehingga, untuk pasokan bahan bakar gas, tidak terjadi halangan. Dengan demikian, kami berkeyakinan bahwa pembangunan PLTGU ini akan berjalan sesuai dengan harapan masyarakat Sumatera Selatan, yang juga tentunya harapan kita semua,” kata Syahrial, dalam kata sambutannya, kala itu.
Usaha menggaet investor dalam pengelolaan sumber daya energi ini terus berjalan. Ketika penadatanganan MoU PLTU Banjarsari, Kabupaten Lahat, 19 April 2004, Syahrial kembali mengingatkan mengenai posisi strategis Sumsel sebagai Lumbung Energi Nasional. Menurutnya, strategi pembangunan Sumsel dalam pemanfaatan SDA ini sejalan dengan kebijakan nasional. Yaitu, secara bertahap, mengurangi penggunaan minyak bumi untuk pembangkitan tenaga listrik.
Dia juga mengatakan bahwa usaha meningkatkan pemakaian bahan bakar non-minyak, dalam hal ini gas bumi dan batu bara, diejawantahkan dalam pembangunan PLTU yang dikelola PT Navigat Innovative Indonesia, PT Indonesia Power, dan PT Bukit Asam ini. Bahwa, pemanfaatan batu bara untuk PLTU Mulut Tambang dan flare gas untuk PLTG merupakan prioritas serta diprogramkan dalam Rencana Umum Kelestarian Daerah (RUKD) Sumsel 2003-2018.

Minimalkan Byar Pet
UPAYA mengangkat potensi sumber daya energi yang dilakukan Syahrial Oesman ibarat berlomba dengan waktu. Hingga paruh akhir 2004, pemadaman bergilir aliran listrik terus berlangsung. Karenanya, sangat dapat dipahami jika ada sebagian warga yang merasa pesimis dengan status Lumbung Energi. Namun, sekali lagi, Syahrial seolah menjawab bahwa sumber energi itu adalah potensi, yang tidak akan berarti apa-apa jika tidak dikelola.
Menjelang tahun 2004 berakhir, tiga pembangkit listrik diresmikan. Pembangkit yang diresmikan Presiden SBY itu adalah PLTG Borang/Palembang Timur, PLTG Simpang-2, dan PLTG Talangduku.
Suatu kesempatan, Syahrial kembali menyatakan optimismenya pada predikat Sumsel. Hal inii disampaikannya saat peresmian LPG Plant Kaji dan penglepasan produksi LPG 20.000 ton, 15 Desember 2004. Bahan bakar gas ini merupakan produksi LPG Plant yang telah beroperasi sejak Maret 2003, dengan kapasitas pemerosesan sebesar 20 MMSCFD.
“Saat ini, kebutuhan elpiji di wilayah Sumsel diperkirakan mencapai 150.000 ton per tahun. Sementara, potensi cadangan gas terlarut yang dapat diproduksi adalah 1.187 triliun kaki kubik, cadangan gas tidak terlarut berjumlah 3 triliun kaki kubik. Meliat kondisi ini, saya berkeyakinan potensi gas alam yang dapat dimanfaatkan masih cukup besar,” kata Syahrial.
Usaha untuk mengoptimalkan pemanfaatan SDA bidang energi ini terus dilakukan. Bahkan, dengan gaya enterpreneurship, Syahrial terus berupaya “menjual”-nya. Dia menjadikan sumber energi Sumsel sebagai komoditas unggulan. Antara lain, pengembangan batu bara untuk pembangkit listrik dan pengembangan briket batu bara; serta pengembangan gas bumi, baik sebagai pembangkit listrik maupun sebagai bahan bakar gas (BBG) yang diperuntukkan bagi transportasi, industri, dan rumah tangga.
Dalam beberapa kesempatan, dia juga memaparkan program dan proyek yang sudah, sedang, dan akan berjalan. “”Jika semuanya berjalan sesuai target dan tepat waktu, maka pada tahun 2009, Sumsel akan menjadi Lumbung Energi Listrik Nasional sebagai penopang suplai daya listrik. Diperkirakan, ada surplus sebesar 1.200 MW yang akan disalurkan ke Pulau Jawa dan Sumatera Bagian Utara,” katanya.
Apabila Syahrial tampak “ngotot” dalam “memasarkan” sumber daya energi di daerah ini, semua itu sungguh beralasan. Pasalnya, potensi energi non-minyak di daerah ini demikian besar. Sementara, pengelolaannya belum begitu optimal. Sebagai gambaran, cadangan batu bara Sumsel mencapai 22,24 milir ton atau 48,5 persen cadangan Nasional. Sementara, produksinya “baru” mencapai 9,3 ton atau 9,3 persen Nasional. Dari jumlah itu, sebesar 2,5 juta ton diekspor lewat Tarahan, Lampung.
Demikian juga dengan gas bumi, yang cadangannya mencapai 757,4 TSCF atau 6,29 persen Nasional, dengan produksi 0,29 TSCF (9 persen Nasional). Dua sumber energi yang hingga kini masih dalam tahap eksplorasi dan riset adalah panas bumi dan gas metan. Masing-masing memiliki cadangan 1,335 MW dan 122 TSCF.

Gandeng Perguruan Tinggi
UPAYA menjadikan Sumsel Sebagai Lumbung Energi Nasional tidak sebatas menarik investor atau berpromosi. Untuk mendukung program ini, Syahrial Oesman juga menggandengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan Universitas Sriwijaya. Programnya, penyusunan master plan yang MoU-nya ditandatangani pada 10 September 2005. Master plan ini juga berisi konsep Sumsel Sebagai Lumbung Pangan.
Sebagai bentuk dukungan, BPPT bahkan “menyumbang” dana sebesar Rp 500 juta, sebagai pendukung alokasi dana dari APBD Sumsel Tahun Anggaran 2005 sebesar Rp 500 juta.
“Kalau di dalam penyusunan master plan ini Pemerintah telah menerapkan kerja sama dengan Perguruan Tinggi, maka dalam aplikasinya nanti, perlu kerja sama Tripartit dengan konsep kerja sama ABG (Academic, Bussines, Government),” kata Syahrial, dalam acara penyerahan Master Plan, 26 April 2006.
Pada kesempatan ini, Syahrial meminta agar para Bupati dan Walikota dapat menjadikan master plan itu sebagai acuan dalam penyusunan Rencana Aksi Program Sumsel Sebagai Lumbung Energi Nasional dan Lumbung Pangan.
Disadari atau tidak, pencanangan Sumsel Sebagai Lumbung Energi Nasional ini juga menjadi semacam “program multiefek”. Untuk mewujudkan program, kata Syahrial, ada beberapa hal yang mendesak untuk dilaksanakan. Yaitu, fasilitas infrastruktur, antara lain pembangunan jaringan transmisi listrik Sumatera-Jawa, jaringan transmisi gas Sumsel-Jabar. Terpenting lagi, percepatan pembangunan Pelabuhan Laut Tanjung Api-api.
“Kami juga telah mengusulkan kepada Pemerintah Pusat agar Tanjung Api-api dapat ditetapkan sebagai Kawasan Ekonomi Khusus Indonesia (KEKI),” kata Syahrial. *

Tidak ada komentar: