WARGA Palembang meminta pihak akademisi dan Dewan Pers, memeriksa sejumlah lembaga survei dan televisi yang menayangkan program penghitungan langsung dalam Pemilukada Sumsel 2008-2013 pada 4 September 2008 lalu. Kenapa? Mereka menilai ada konspirasi antara lembaga survei dengan televisi dan timses seorang calon.
"Wah, kami sangat terkejut. Bukan apa-apa, tampak sekali bahwa acara itu merupakan sandiwara politik tingkat tinggi. Pada Pemilukada Palembang beberapa waktu lalu, kami baru tahu pemenangnya pada sore dan malam hari, itu pun pemenang sementara berdasarkan hitungan cepat dengan mengambil sejumlah contoh TPS. Eh, ini jam 2 sudah selesai, justru ada acara ucapan selamat segala. Apa itu bukan penggiringan opini, sehingga kami dibuat percaya bahwa Pemulikada Sumsel sudah selesai dan pemenangnya sudah ada," kata Sulaiman, warga 3 Ilir, Palembang.
Jadi, acara itu dibuat sedemikian rupa, antara tim pemenangan, televisi, dan lembaga survei, agar kami mempercayai bahwa seorang calon sudah menjadi pemenang. "Kami betul-betul dibuat menjadi bodoh. Seakan teknologi dan ilmu pengetahuan memang tidak dikenal masyarakat Sumsel," imbuhnya.
Sulaiman, menyarankan agar para akademisi dan pihak yang mengurusi media (Dewan Pers atau organisasi pers) untuk melakukan penyelidikan atas dugaan konspirasi ini. "Bila tidak, atau dibiarkan ini akan menjadi preseden buruk bagi dunia politik di Indonesia. Suara rakyat dapat dikalahkan opini melalui media massa. Ini kejahatan yang sungguh luar biasa, yang harus dibongkar," katanya.
Sulastri, warga Bukitkecil, menilai keterlibatan lembaga survei dan televisi justru merusak pelaksanaan Pemilukada Sumsel, "Kami dulu menilai pers itu jujur, tapi peristiwa kemarin membuat kami menjadi bingung. Marah. Tenryata benar, kata orang, itu pers itu bisa merusak sesuatu yang baik, dan merubah sesuatu yang baik menjadi buruk. Hancur bangsa ini," katanya.
Sulastri mengatakan bila nantinya pasangan yang dikatakan mereka menang ternyata kalah, apa mereka tidak akan terpikir akan terjadi kekecewaan para pendukungnya yang kemudian berbuntut chaos. Konflik horisontal. Mereka enak datang dari Jakarta, orang luar, tapi rakyat Sumsel kacau. Ya, aparat hukum atau pihak yang terkait dengan gawean mereka (Dewan Pers dan organisasi wartawan) harus memberi teguran. Diberi sanksi," katanya.
Tanggapan dua warga Palembang itu terkait dengan hitungan cepat yang dilakukan dua lembaga survei yakni Lingkar Survei Indonesia (LSI) dan Lembaga Survei Indonesia (LSI) yang disiarkan secara langsung melalui stasion televisi Metro TV dan TV One. Persoalan muncul, acara itu dikemas seakaan hasil survei sudah menentukan pemenangnya, padahal survei hanya dilakukan pada sejumlah TPS atau belum final. Bahkan survei itu berbeda dengan survei lembaga lainnya. Selanjutnya televisi itu juga menyiarkan acara ucapan selamat dan siaran perayaan kemenangan. "Demokrasi panggung sandiwara jadinya," kata Sulaiman.*
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar