SEBANYAK 500 ribu pengangguran dan orang miskin di Sumsel pada 2,5 bulan ke depan ditargetkan menjadi produktif atau memiliki penghasilan yang mumpuni.
“Target itu sebagai perwujudan kami buat meningkatkan kesejahteraan masyarakat Sumsel. Kita targetkan 2,5 tahun, sebanyak 4 juta rakyat Sumsel berubah menjadi sejahtera, sementara target 2,5 bulan ini sebanyak 500 ribu pengangguran memiliki pekerjaan,” kata Sein Harris Sanusi, direktur Utama PT Bandar Sriwijaya, kepada pers, di sela-sela pelatihan terhadap 40 orang calon pembina ekonomi kerakyatan, di kantornya Jalan Sumpah Pemuda, Palembang, yang berlangsung dua hari (25-26/07/2008).
Menurut Sanusi, mereka yang ikut ini tidak dilihat dari kepentingan politik, agama, apalagi suku, “Setiap orang Sumsel boleh bergabung, dan kita lebih mengutamakan para pengangguran dan kaum miskin, sebab kita ini bentuknya membuka lapangan pekerjaan baru,” kata Sanusi.
Dalam mewujudkan tujuan tersebut, PT Bandar Sriwijaya bekerjasama dengan Usaha Sosial Produktif Indonesia (USPI), sebuah lembaga mengembangkan konsep pemberdayaan ekonomi berbasis rakyat miskin. Lembaga ini sudah melakukan proyek serupa di Jawa Timur dengan melibatkan 1,7 juta petani. “Tapi Sumsel merupakan pilot project yang lebih besar di Indonesia,” kata Sanusi.
Menurut Sanusi, yang juga ketua tim pemenangan pasangan Syahrial Oesman-Helmy Yahya, mengatakan permodalan yang akan diberikan dalam proyek tersebut bukan dari pemerintah, “Modalnya justru dari produsen dan konsumen,” ujar Sanusi.
Menurut Mudito Samsunarto, Ketua Umum USPI, modal utama dari proyek ini yakni menyatukan kelemahan para orang miskin, “Dari kelemahan yang disatukan diproses menjadi sebuah kekuatan,” katanya. “Tepatnya kita akan mewujudkan masyarakat miskin Sumsel, yang selama ini ditempatkan sebagai konsumen pasif menjadi konsumen produktif. Artinya, mereka belanja, tapi juga menghasilkan,” ujar Mudito.
Apa itu mungkin? Menurut Salman, pembina senior dariUSPI, cara ini sangat mungkin sebab selama ini konsumen membayar besar sebuah produk bukan semata berdasarkan biaya produksi, tapi juga membayar biaya promosi dan jasa penyalur. “Rakyat miskin akan menjadi konsumen yang mengonsumsi dengan harga pabrik. Sebab ke depan, kita juga akan membangun mall, supermarket, pasar tradisional, yang dikelola dan dimiliki secara bersama oleh para konsumen,” kata Salman.
Dari mana modal buat membangun mall atau supermarket? “Ya, dana dari bank, sebab jaminannya sekian ratus ribu atau sekian juta konsumen yang dilindungi badan hukum seperti koperasi. Bank mana yang tidak mau?” ujarnya. Selanjutnya Salman menjelaskan ada beberapa yang sudah bekerjasama, dan ada delapan bank yang mau mengajak kerjasama, “Semua bank itu ada di Sumsel,” katanya.
Dengan pola ini, kata Salman, konsumen saat berbelanja tidak membuang uang justru menyimpan uangnya. Misalnya konsumen membeli sebuah sepeda motor seharga Rp10 juta, saat dia membeli dengan cash di agen milik jejaringan USPI, dia sudah punya simpanan berupa kredit sebesar Rp6 juta. Kenapa? Sebab Rp6 juta itu diambil dari biaya promosi dan jasa penyalur yang sudah tergantikan.
Apakah tidak ada hambatan? Menurut Mudito, hambatan jelas ada, terutama menyakinkan kepada masyarakat miskin, “Sebab saat ini susah menyakinkan seseorang yang akan diberikan sesuatu dengan mudah atau gampang. Kita sudah biasa diperas atau dipersulit oleh para pemodal besar. Sudah biasa ditindas, sih. Tapi, saya percaya, para pengangguran dan orang miskin akan mau bergabung sebab mereka tidak rugi. Kalaupun mereka tidak bergabung mereka tetap miskin dan menganggur, kalau bergabung kemungkinan perubahan hidup lebih baik akan terbuka.”
Di sisi lain, hambatan mungkin muncul tidak adanya dukungan dari pemerintah, lantaran lebih berpihak pada kekuatan pemodal besar.
“Ini semua kembali kepada kehendak Allah, kita hanya berusaha seperti yang diperintahkanNya,” kata Mudito.*
Keterangan Foto: 1. (Atas): Sein Harris Sanusi, direktur utama PT Bandar Sriwijaya, 2. (Tengah) Mudito Samsunarto (Ketua Umum USPI), 3. (Bawah) Salman, pembina senior USPI.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar